Makalah Manajemen Konflik - PERANTAU

Breaking

 


Thursday, May 21, 2020

Makalah Manajemen Konflik


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Masnusia yang terlahir sebagai khalifah di bumi tentu mempunyai tanggung jawab besar untuk memaksimalkan peran-perannya dalam mewujudkan misi kehidupan yang disematkan dalam pundaknya sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tentunya tidak bisa hidup sendiri melainkan perlu berinteraksi dengan manusia lainnya, karenanya itu dalam berinteraksi manusia dimungkinkan akan menemui sebuah persoalan di mana pada suatu kondisi apa yang diharapkan tidak sesuai atau menemui pertentangan dengan manusia lainnya, yang dalam hal ini dinamakan konflik. Seperti yang dikatakan salah satu teori dari Karl Marx yang melihat masyarakat manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik. Kalau kita melihat dari teori tersebut, bias kita simpulkan bahwa kita sebagai masyarakat tidak bisa menghindari adanya konflik yang pastinya akan terjadi di kehidupan kita.[1]
Jika konflik terjadidan tidak ditangani dengan baik maka akan menimbulkan konflik lainnnya yang memungkinkan akan menjadi penghambat dalam melakukan atau mencapai sebuah tujuan. Untuk itu konflik seyogyanya bukan dihindari melainkan diselesaikan karena pada dasarnya manusia tidak lepas dari konflik. Konflik disebabkan oleh berbagai hal baik faktor internal/individu manusia itu sendiri maupun oleh faktor lain, terlebih dalam sebuah organisasi sangat dimungkinakn akan menemui berbagai konflik karena didalam organisasi terdapat beragam pemikiran dan latar belakang yang berbeda-beda yang memungkinkan memunculkan perbedaan maupun konflik. Konflik tidak serta merta akan membawa dampak buruk jika dikelaola dengan baik, namun sebaliknya konflik sekecil apapun akan berdampak buruk jika dibirakan atau tidak ditangan dengan baik. Dibawah ini akan diuraikan beberapa persoalan yang menyebabkan konflik dan cara menyelesaikannya.

B.            Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
1.      Apa definisi dan Fungsi Manajemen?
2.      Apa itu konflik?
3.      Apa faktor terjadinya konflik?
4.      Bagaimana proses terjadinya konflik?
5.      Bagaimana cara mengatasi konflik?


BAB II
PEMBAHASAN

A.           Definisi Manajemen
Secara etimologi, manajemen berasal dari bahasa latin , dari kata manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya kata management diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan.[2] Menurut Michael Armstrong, management is the process of deciding what to do and then getting it done through the effective use of resources[3], maksudnya yaitu manajemen adalah proses menentukan apa yang harus dilakukan dan kemudian menyelesaikannya melalui penggunaan sumber daya secara efektif.
Menurut Syafruddin dalam perspektif lebih luas, manajemen adalah suatu proses pengaturan dan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki organisasi  melalui kerjasama para anggota untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesian.[4]
Menurut Husaini Usman, manajemen dalam arti luas adalah perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Manajemen dalam arti sempit adalah manajemen sekolah atau madrasah, yang meliputi: perencanaan program sekolah, pelaksanaan program sekolah, kepemimpinan kepala sekolah, pengawas atau evaluasi dan sistem informasi sekolah.[5]
Dari berbagai pendapat tentang manajemen, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah usaha atau kegiatan untuk mengatur sebuah organisasi/sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara yang efektif[6] dan efisien[7].
Dari berbagai pengertian manajemen memiliki fungsi, yaitu, menurut George R.Terry ada empat fungsi-fungsi manajemen sebagai berikut: Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating (pelaksanaan), dan Controlling (Pengendalian)[8]. Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi, yaitu : Planning  (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Comanding (pengaturan), Coordinating (pengkoordinasian). dan  Controlling (Pengawasan). Sedangkan fungsi manajemen menurut Harold Koontz dan Cyril O’Donnel ada lima, yaitu: Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Staffing(penentuan staf), Directing (pengarahan), Controlling (Pengawasan).L.Gulick mengungkapkan ada tujuh fungsi, yaitu: Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Staffing (penentuan staf), Directing (pengarahan), Coordinating (pengkoordinasian), Reporting (pelaporan), dan Budgeting (penganggaran).

B.            Definisi Konflik
1.      Definisi konflik dari beberapa pendekatan
Konflik berasal dari kata kerja latin “Configere” yang berarti ”saling memukul”. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih yang mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya[9]. Pengertian konflik dari aspek pendekatan sosial dikemukakan oleh Alisjahbana yang mengartikan konflik sebagai perbedaan pendapat dan pandangan di antara kelompok-kelompok masyarakat yang akan mencapai nilai yang sama[10].
Pengertian konflik yang mengacu kepada pendekatan organisasi antara lain dikemukakan oleh para pakar berikut. Luthans mengartikan konflik sebagai ketidaksesuaian nilai atau tujuan antara anggota kelompok organisasi[11]. Sementara Winardi mengemukakan bahwa konflik adalah oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi[12]. Sedarmayanti mengemukakan konflik merupakan perjuangan antara kebutuhan, keinginan, gagasan, kepentingan ataupun pihak saling bertentangan, sebagai akibat dari adanya perbedaan sasaran ( goals); nilai (values); pikiran (cognition); perasaan (affect); dan perilaku (behavior)[13].
2.      Pandangan tentang konflik
Menurut Robbins ada tiga pandangan tentang konflik, yaitu pandangan tradisional (Traditional view of conflict), pandangan hubungan manusia (human relations view of conflict), dan pandangan interaksonis (interacttionism view of conflict)[14].
Pandangan tradisional menganggap semua konflik buruk. Konflik dipandang secara negatif, dan disinonimkan dengan istilah kekerasan, perusakan dan ketidakrasionalan demi memperkuat konotasi negatifnya. Konflik memiliki sifat dasar yang merugikan dan harus dihindari. Pandangan tradisional ini menganggap konflik sebagai hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan antara orang - orang, dan kegagalan para manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan.
Pandangan hubungan manusia menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik itu tidak terelakan, aliran hubungan manusia menganjurkan penerimaan konflik. Konflik tidak dapat disingkirkan, dan bahkan ada kalanya konflik membawa manfaat pada kinerja kelompok.
Sementara pendekatan hubungan manusia menerima konflik, pendekatan interaksionis mendorong konflik atas dasar bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai serasi cenderung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Oleh karena itu, sumbangan utama dari pendekatan interaksionis adalah mendorong pemimpin kelompok untuk mempertahankan suatu tingkat minimum berkelanjutan dari konflik. Dengan adanya pandangan ini menjadi jelas bahwa untuk mengatakan bahwa konflik itu seluruhnya baik atau buruk tidaklah tepat.
Secara teoretik Robbins mengemukakan terdapat dua tipe konflik, yaitu konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional adalah sebuah konfrontasi di antara kelompok yang menambah keuntungan kinerja organisasi. Konflik disfungsional adalah setiap konfrontasi atau interaksi di antara kelompok yang merugikan organisasi atau menghalangi pencapaian tujuan organisasi[15].
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dalam Wirawan dikenal ada lima jenis konflik[16] yaitu:
a.       Konflik Intrapersonal. Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
b.      Konflik Interpersonal.Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
c.       Konflik antar individu-individu dan kelompokkelompok. Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
d.      Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama. Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.
e.       Konflik antara organisasi.Contohnya seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
Winardi menggambarkan konflik ke dalam pandangan kuno dan pandangan modern tentang konflik yang menjadi pembeda antara konflik masa lalu dan konflik masa kini dalam organisasi.[17]

Pandangan Kuno
Pandangan Modern
1.    Konflik dapat dihindari
2.    Konflik disebabkan karena adanya kesalahan manajemen dalam hal mendesain dan manajemen organisasi-organisasi atau karena adanya pengacau-pengacau
3.    Konflik merusak organisasi yang bersangkutan dan menyebabkan tidak tercapainya hasil optimal.
4.    Tugas manajemen adalah meniadak an konflik
5.    Agar dapat dicapai hasil prestasi organisatoris optimal, maka konflik perlu ditiadakan
1.    Konflik tidak dapat dihindari
2.    Konflik muncul karena aneka macam sebab, termasuk di dalamnya struktur organisatoris, perbedaan-perbedaan dalam tujuan-tujuan yang tidak dapat dihindari, perbedaan-perbedaan dalam persepsi-persepsi, serta nilai-nilai personalia yang terspesialisasi dan sebagainya
3.    Konflik membantu, kadang -kadang menghambat hasil pekerjaan organisatoris dengan derajat yang berbeda-beda
4.    Tugas manajemen adalah mengelola tingkat konflik, dan pemecahannya hingga dapat dicapai hasil prestasi organisatoris optimal
5.    Hasil pekerjaan optimal secara organisatoris, memerlukan konflik moderate.

C.            Faktor Penyebab Konflik
1.    Faktor Manusia dan perilakunya
a.       Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
b.      Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
c.       Timbul karena ciri-ciri kepribadian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
d.      Semangat dan ambisi
e.       Berbagai macam kepribadian
2.    Faktor Organisasi
a.         Persaingan dalam menggunakan sumberdaya
Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya.Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
b.         Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.
c.         Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
d.        Perbedaan nilai dan persepsi
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior mendapat tugas yang ringan dan sederhana.


e.         Kekaburan yurisdiksional.
Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
f.          Masalah “status”.
Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
g.         Hambatan komunikasi.
Komunikasi sebagai media interaksi diantara orang-orang dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan komunikasi seperti pedangbermata dua: tidak adanya komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik.

D.           Proses Terjadinya Konflik
Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir. Ada banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik antara lain menurut Luthans,ada 6 proses terjadinya konflik[18], yaitu: a). Antecedent Conditions or latent Conflict.Merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan, atau mengawali sebuah episode konflik. Terkadang tindakan agresip dapat mengawali proses konflik. Atecedent conditions dapat tidak terlihat, tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum tentu mengawali proses suatu konflik.
Sebagai contoh, tekanan yang didapat departemen produksi suatu perusahaan untuk menekan biaya bisa menjadi sumber frustasi ketika manager penjualan ingin agar produksi ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar yang mendesak.Namun demikian, konflik belum tentu muncul karena kedua belah pihak tidak berkeras memenuhi keinginannya masing-masing. Disinilah dikatakan konflik bersifat laten, yaitu berpotensi untuk muncul, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi. b). Perceived Conflict.Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu.Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja melakukan sesuatu yang berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai ancaman. Seperti dalam kasus dia atas, bila manager penjualan dan manager produksi memiliki kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah permintaan pasar yang mendesak, bukanya konflik yang akan muncul melainkan kerjasama yang baik. Tetapi jika perilaku keduanya menimbulkan perselisihan, proses konflik itu akan cenderung berlanjut. c). Felt Conflict.Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena itulah jika orang merasakan adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut. d). Manifest Conflict.Persepsi dan perasaan  menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut.Begitu banyak bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini adalah berbagai argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif. e). Conflict Resolution or Suppression.Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam berbagai cara. Kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut. Mereka bahkan mungkin mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang akan datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan (suppression) dari konflik itu sendiri.Hal ini terjadi jika kedua beJah pihak menghindari terjadintya reaksi yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja ketika terjadi perselisihan. Konflik juga dapat dikatakan selesai jika satu pihak berhasil mengalahkan pihak yang lain. f). onflict Alternatif.Ketika konflik terselesaikan, tetap ada perasaan yang tertinggal.  Terkadang perasaan lega dan harmoni yang terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan persoalan di antara kedua belah pihak dan dapat meminimasik konflik-konflik yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan tidak enak dan ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi yang potensial untuk episode konflik yang  selanjutnya.Pertanyaan kunci adalah apakah pihak-pihak yang terlibat lebih dapat bekerjasama, atau malah semakin jauh akibat terjadinya konflik.
Menurut Hendricks, W, proses terjadinya konflik terdiri dari tiga tahap. 1) Peristiwa sehari-hari; ditandai adanya individu merasa tidak puas dan jengkel terhadap lingkungan kerja. Perasaan tidak puas kadang-kadang berlalu begitu saja dan muncul kembali saat individu merasakan adanya gangguan. 2) Adanya tantangan; apabila terjadi masalah, individu saling mempertahankan pendapat dan menyalahkan pihak lain. Tiap  anggota menganggap perbuatan yang dilakukan sesuai dengan standar dan aturan organisasi. Kepentingan individu maupun kelompok lebih menonjol daripada kepentingan organisasi. 3) Timbulnya pertentangan; masing-masing individu atau kelompok bertujuan untuk menang dan mengalahkan kelompok lain. Robbins menjelaskan konflik terjadi melalui lima tahap, yaitu tahap oposisi atau ketidakcocokan potensial; tahap kognisi dan personalisasi; tahap maksud; tahap perilaku; dan tahap hasil.[19]
Tahap I: Oposisi atau Ketidakcocokan Potensial
Langkah pertama dalam proses komunikasi adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik itu. Kondisi itu tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Demi sederhananya, kondisi ini (yang juga dapat dipandang sebagai kasus atau sumber konflik) telah  dimampatkan ke dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

Tahap II: Kognisi dan Personalisasi
Jika kondisi-kondisi yang disebut dalam Tahap I mempengaruhi secara negatif sesuatu yang diperhatikan ole h satu pihak, maka potensi untuk oposisi atau ketidak cocokan menjadi teraktualkan dalam tahap kedua. Kondisi anteseden hanya dapat mendorong ke konflik bila satu pihak atau lebih dipengaruhi oleh, dan sadar akan adanya, konflik itu. Tahap II penting karena di situlah persoalan konflik cenderung didefinisikan.
Tahap III: Maksud
Maksud berada di antara persepsi serta emosi orang dan perilaku terang terangan mereka. Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Dapat  diidentifikasikan lima maksud penanganankonflik: bersaing (tegas dan tidak kooperatif), berkolaborasi (tegas dan kooperatif), menghindari (tidak tegas dan tidak kooperatif), mengakomodasi (kooperatif dan tidak tegas), dan berkompromi (tengah-tengah dalam hal ketegasan dan kekooperatifan)
Tahap IV: Perilaku
Perilaku konflik ini biasanya secara terang terangan berupaya untuk melaksanakan maksud-maksud setiap pihak. Tetapi perilaku-perilaku ini mempunyai suatu kualitas rangsangan yang terpisah dari maksud. Sebagai hasil perhitungan atau tindakan yang tidak terampil, kadangkala perilaku terang-terangan menyimpang dari maksud-maksud yang orsinil.
Tahap V: Hasil
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Hasil ini dapat berupa fungsional, dalam arti konflik itu menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merin-tangi kinerja kelompok.





Tabel Proses terjadinya konflik menurut Robbins

E.            Sumber-sumber Konflik Dalam Organisasi
Konflik dalam organisasi tidak terjadi secara alamiah dan terjadi bukan tanpa sumber penyebab. Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada cara individu individu menafsirkan, mempersepsi, dan memberikan tanggapan terhadap lingkungan kerjanya.
Sumber-sumber konflik organisasi menurut pandangan Feldman , D.C. dan Arnold, H.J menyatakan bahwa, konflik pada umumnya disebabkan kurangnya koordinasi kerja antar kelompok/departemen, dan lemahnya sistem kontrol organisasi. Permasalahan koordinasi kerja antar kelompok berkenaan dengan saling ketergantungan pekerjaan, keraguan dalam menjalankan tugas karena tidak terstruktur dalam rincian tugas, perbedaan orientasi tugas. Sedangkan kelemahan sistem kontrol organisasi yaitu, kelemahan manajemen dalam merealisasikan sistem penilaian kinerja, kurang koordinasi antar unit atau bagian, aturan main tidak dapat berjalan secara baik, terjadi persaingan yang tidak sehat dalam memperoleh penghargaan.





No.

Penggagas

Bentuk Konflik
1.
Soekanto, S. (1981),
a.
Konflik pribadi


b.
Konflik rasial


c.
Konflik antar kelas-kelas sosial


d.
Konflik            politik antar    golongan-golongan dalam masyarakat


e.
Konflik berskala internasional antar negara
2.
Polak, M. (1982)
a.
Konflik antar kelompok


b.
Konflik intern dalam kelompok


c.
Konflik antar individu untuk mempertahankan hak dan kekayaan


d.
Konflik intern individu untuk mencapai cita -cita
3.
Champbell, Corbally, dan Nystrand (1983)
a.
b.
Intrapersonal conflict Interpersonal conflict


c.
Individual institusional conflict


d.
Intraorganizational conflict


e.
School community conflict
4.
Walton (1987)
a.
Conflict between members of a family


b.
Conflict confined to two individuals in an organization


c.
Conflict between organizational units


d.
Conflict between institutions/organizations
5.
Owens (1991), Winardi
(2004), Davis and Newstron
(1981)
a.
b.
c.
Intrapersonal conflict
Interpersonal conflict
Intra group conflict


d.
Intergroup conflict


e.
Inter organization conflict.
6.
Wexley, et al. (1992)
a.
Konflik antar individu dalam satu kelompok


b.
Konflik bawahan dengan pimpinan


c.
Konflik anta dua departemen atau lebih


d.
Konflik antar personalia staf dan lini


e.
Konflik antar serikat buruh dengan pimpinan (manajer)
7.
Handoko, T.H. (1992)
a.
Konflik dalam diri individu


b.
Konflik antar individu dalam organisasi


c.
Konflik antar individu dengan kelompok


d.
Konflik antar kelompok


e.
Konflik antar organisasi
8.
Ruchyat (2001)
a.
Konflik intrapersonal


b.
Konflik interpersonal


c.
Konflik intra grup


d.
Konflik inter grup


e.
Konflik intra organisasi


f.
Konflik inter organisasi





F.             Langkah Mengatasi Konflik
Konflik antar individu atau antar kelompok dapat menguntungkan atau merugikan bagi kelangsungan organisasi. Oleh karena itu, pimpinan organisasi dituntut memiliki kemampuan mengelola/memanaj  konflik dan memanfaatkan konflik untuk meningkatkan kinerja organisasi. Tosi, et al. berpendapat bahwa, “Conflict management mean that a manager takes an active role in addressing conflict situations and intervenes if needed[20]. Yang artinya bahwa manajemen konflik dalam organisasi menjadi tanggung jawab pimpinan (manajer) baik manajer tingkat lini (supervisor), manajer tingkat menengah (middle manager), dan manajer tingkat atas (top manager), maka diperlukan peran aktif untuk mengarahkan situasi konflik agar tetap produktif.
Tujuan manajemen konflik adalah untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fung sional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan Walton, R.E. dalam Managing Conflict mengingatkan kegagalan dalam mengelola konflik dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi, maka pemilihan terhadap teknik pengendalian konflik menjadi perhatian pimpinan organisasi[21].
Namun pada kenyataannya, tidak ada teknik/pendekatan dalam pengendalian konflik yang pasti dapat digunakan dalam segala situasi, karena setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Gibson, mengatakan, memilih resolusi konflik yang cocok tergantung pada faktor faktor penyebabnya, dan penerapan manajemen konflik secara tepat dapat meningkatkan kreativitas, dan produktivitas bagi pihak-pihak yang mengalami[22]. Sedangkan menurut Handoko, secara umum, terdapat tiga cara dalam menghadapi konflik yaitu, (1) stimulasi konflik, (2) pengurangan atau penekanan konflik, dan (3) penyelesaian konflik. Stimulasi konflik diperlukan apabila satuan-satuan kerja di dalam organisasi terlalu lambat dalam melaksanakan pekerjaan karena tingkat konflik rendah. Situasi konflik terlalu rendah akan menye-babkan para karyawan takut berinisiatif akhirnya menjadi pasif. Perilaku dan peluang yang dapat mengarahkan individu atau kelompok untuk bekerja lebih baik diabaikan, anggota kelompok saling bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan pelaksanaan pekerjaan. Pimpinan (manajer) organisasi perlu merangsang timbulnya persaingan dan konflik yang dapat mempunyai dampak peningkatan kinerja anggota organisasi.
Konflik antar orang di dalam organisasi tidak dapat dielakkan, tetapi dapat dimanfaatkan ke arah produktif bila dikelola secara baik. Misalnya menurut Edelman, R. J. menegaskan bahwa, jika konfik dikelola secara sistematis, akan dapat berdampak positif  yaitu, memperkuat hubungan kerjasama, meningkatkan kepercayaan dan harga diri, mempertinggi kreativitas dan produktivitas dan meningkatkan kepuasan kerja. Akan tetapi sebaliknya, manajemen konfik yang tidak efektif dengan cara menerapkan sangsi yang berat bagi penentang dan berusaha menekan bawahan yang menentang kebijakan sehingga iklim organisasi semakin buruk dan meningkatkan sifat ingin merusak[23]. Maka dari itu, pimpinan organisasi dituntut memiliki kemampuan tentang manajemen konflik dan memanfaatkan konflik untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas organisasi.  Manajemen konf1ik adalah cara yang dilakukan oleh pimpinan pada saat menanggapi konfik. Dalam pengertian yang hampir sama, manajemen konfik adalah cara yang dilakukan pimpinan dalam memperhitungkan konflik. Demikian halnya, Criblin, J. mengartikan manajemen konfik merupakan teknik yang dilakukan pimpinan organisasi untuk mengatur konflik dengan cara menentukan peraturan dasar dalam bersaing. Sedangkan Winardi berpendapat bahwa, manajemen konflik meliputi kegiatan-kegiatan; (1) Menstimulasi konflik, (2) Mengurangi atau menekan konflik, dan (3) Menyelesaikan konflik.[24]
Stimulasi konflik diperlukan pada saat unit-unit kerja mengalami penurunan produktivitas atau terdapat kelompokkelompok yang belum memenuhi standar kerja yang ditetapkan. Metode yang dilakukan dalam menstimulasi konflik yaitu; (a) memasukkan anggota yang memi liki sikap, perilaku serta pandangan yang berbeda dengan norma-norma yang berlaku, (b) merestrukturisasi organisasi terutama rotasi jabatan dan pembagian tugas-tugas baru, (c) menyampaikan informasi yang bertentangan dengan kebiasaan yang dialami, (d) meningkatkan persaingan dengan cara menawarkan insentif, promosi jabatan ataupun penghargaan lainnya, (e) memilih pimpinan baru yang lebih demokratis.
Tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik tinggi dan menjurus pada tindakan destruktif disertai penurunan produktivitas kerja di tiap unit/bagian. Metode pengurangan konflik dengan jalan mensubstitusi tujuan-tujuan yang dapat diterima oleh kelompok kelompok yang sedang konflik, menghadapkan tantangan baru kepada kedua belah pihak agar dihadapi secara bersama, dan memberikan tugas yang harus dikerjakan bersama sehingga timbul sikap persahabatan antara anggota-anggota kelompok. Penyelesaian konflik (conflict resolution) merupakan tindakan yang dilakukan pimpinan organisasi dalam menghadapi pihak-pihak yang sedang konflik. Metode penyelesaian konflik yang paling banyak digunakan menurut Winardi adalah dominasi, kompromis, dan pemecahan problem secara integratif.
Sedangkan dalam  Dawn M. Baskerville, 1993:65 disebutkan ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul  yaitu :
1.    Avoiding; gaya seseorang atau organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya konflik. Hal-hal yang sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka. 
2.    Accomodating; gaya ini mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh. 
3.    Compromising; merupakan gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap pihak-pihak yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah) atas konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose solution). 
4.    Competing; artinya pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik dan pada akhirnya harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (win-lose solution).
5.    Collaborating; dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain. Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution). 
6.    Conglomeration (mixtured type); cara ini menggunakan kelima style bersama-sama dalam penyelesaian konflik.
Perlu kita ingat bahwa dalam memilih style yang akan dipakai oleh seseorang atau organisasi di dalam pengelolaan konflik akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh persepsi, kepribadian/karakter (personality), motivasi, kemampuan (abilities) atau pun kelompok acuan yang dianut oleh seseorang atau organisasi. Dapat dikatakan bahwa pilihan seseorang atas gaya mengelola konflik merupakan fungsi dari kondisi khusus tertentu dan orientasi dasar seseorang atau perilakunya dalam menghadapai konflik tersebut yang juga berkaitan dengan nilai (value) seseorang tersebut.


BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Konflik dalam kehidupan memang tidak bisa dihindari, terlebih lagi dalam sebuah organisasi, konflik dimungkinakan muncul setiap saat yang tidak bisa diprediksi, namun demikian, konflik yang terjadi bukan untuk dihindari, melainkan diselesaikan. Karena konflik jika tidak diselesaikan makan ekan mengakibatkan dampak yang tidak baik untuk individu maupun kelompok. Ada beberapa pendekatan dan bentuk konflik yang dapat diselesaiakn melalui berbagai pendekatan diantaranya menurut Winardi adalah dominasi, kompromis, dan pemecahan problem secara integratif. Sedangkan menurut Dawn yakni Avoiding; Accomodating; Compromising; Competing; Collaborating; dan Conglomeration. Namun yang pasti dalam penanganan konflik tidak serta merta menggunakan satu/lebih pendekatan pasti akan menyelesaikan sebuah konflik, melaikan sangat bervariasi yang dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi konflik yang dihadapi.

B.       Saran
Ada beberapa berbagai pendekatan dan bentuk konflik, serta cara menanganinya, namun pada kenyataannya penanganan konflik tidaklah semudah dalam teori, untuk itu kreatifitas dan kejelian pimpinan lebih diutamakan dalam penyelesaian konflik. Makalah ini hanya menyajikan sedikit gambaran tentang konflik dan bentuk penanganannya yang masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran diperlukan guna perbaikan ke depan.


DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, Antropologi Baru, Jakarta: Penerbit PT Dian Rakyat: 1986, hlm 139.

Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007

Dany Haryanto, S.S andG. Edwi Nugroho, Pengantar Sosiologi Dasar, (Jakarta :
PT. Prestasi  Pustakarya, 2011

Gibson., Ivancevich, Donnelly, Organization: Structure, Processes, Behavior,
Dallas, Business Publications Inc, 1996.

H.B Siswanto, Pengantar Manajemen, Cet ke 12, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016

Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan edisi 3,
(Jakarta Timur: PT Bumi Aksara, 2009

Luthans, F, Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill Bokk Company:
1985

Luthans, Fred, Perilaku Organisasi, Cet ke-10. Andi, Yogyakarta, 2006

Michael Armstrong, Armstrong Handbook’s Of Management And Leadership; A
guide to managing for results, 2ndedition, (London and Philadelpia:
Kogan Page, 2009.

Owens, R.G. (1991). Organization Behavior in Education.Boston: Allyn and
Bacon, 1991.

Robbins, Organizational Behavior. Terj. Indeks, PT Indeks Kelompok Gramedia,
Jakarta: 2003

Robbins, Stephen P, Organization Theory: Structure, Design and Applications.
Englewood Cliffs: Prentice Hall: 1990

Sedarmayanti, Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi untuk Menghadapi
Dinamika Perubahan Lingkungan Ditinjau dari Beberapa Aspek Esensial
dan Aktual, CV Mandar Maju, Bandung: 2000

Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Ciputat: Ciputat Press,
2005

Tosi, H.L., Rizzo, J.R. & Carrol, S.J., Managing Organizational Behavior,  New
York: Harper Collins Publihser, 1990

Walton, R.E., Managing Conflict: Interpersonal Dialogue and  ThirdParty Roles.
(2nd Edition). Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company, 1987

Winardi, Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), CV
Mandar Maju, Bandung: 2004

Wirawan, Konflik dan Manajemen konflik: Teori, Aplikasi, dan  Penelitian,
Salemba Empat, Jakarta: 2010




[1] Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007, hlm 54
[2] Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan edisi 3, (Jakarta Timur: PT Bumi Aksara, 2009), hlm 5
[3] Michael Armstrong, Armstrong Handbook’s Of Management And Leadership; A guide to managing for results, 2ndedition, (London and Philadelpia: Kogan Page, 2009), hlm 3.
[4] Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press, 2005), hlm 42
                [5] Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik...,  hlm 5
[6] Efektif menurut Robbins, dikutip dari Syafruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam adalah pencapaian aktivitas-aktivitas secara sempurna sesuai tujuan yang akan dicapai, lihat hlm 43.
[7] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, efisien diartikan menghasilkan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya.
[8] H.B Siswanto, Pengantar Manajemen, Cet ke 12, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016), hlm 18-19
[9] Dany Haryanto, S.S andG. Edwi Nugroho, Pengantar Sosiologi Dasar, (Jakarta : PT. Prestasi Pustakarya, 2011, hlm 113
[10] Alisjahbana, Antropologi Baru, Jakarta: Penerbit PT Dian Rakyat: 1986, hlm 139.
[11] Luthans, F, Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill Bokk Company: 1985, hlm 73.
[12] Winardi, Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), CV Mandar Maju, Bandung: 2004, hlm 1.
[13] Sedarmayanti, Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi untuk Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan Ditinjau dari Beberapa Aspek Esensial dan Aktual, CV Mandar Maju, Bandung: 2000, hlm 137.
[14] Robbins, Organizational Behavior. Terj. Indeks, PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta: 2003, hlm 137.
[15] Robbins, Stephen P, Organization Theory: Structure, Design and Applications. Englewood Cliffs: Prentice Hall: 1990, hlm 438.
[16] Wirawan, Konflik dan Manajemen konflik: Teori, Aplikasi, dan  Penelitian, Salemba Empat, Jakarta: 2010, hlm 22.
[17] Winardi, Manajemen Konflik..., hlm 4.
[18] Luthans, Fred, Perilaku Organisasi, Cet ke-10. Andi, Yogyakarta, 2006, hlm 140.
[19] Robbins, Organisasional Bahaviour..., hlm 105.
[20] Tosi, H.L., Rizzo, J.R. & Carrol, S.J., Managing Organizational Behavior,  New York: Harper Collins Publihser, 1990, hlm 234.
[21] Walton, R.E., Managing Conflict: Interpersonal Dialogue and  ThirdParty Roles. (2nd Edition). Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company, 1987, hlm 79.

[22] Gibson., Ivancevich, Donnelly, Organization: Structure, Processes, Behavior, Dallas, Business Publications Inc, 1996.
[23] Owens, R.G. (1991). Organization Behavior in Education.Boston: Allyn and Bacon, 1991.

[24] Winardi, Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), CV Mandar Maju, Bandung, 2004, hlm 154.


No comments:

Post a Comment

Nama:
Eamil: