Ibrah Tahun Baru Islam Sebagai Refleksi Mengokohkan Toleransi dan Tegaknya NKRI - PERANTAU

Breaking

 


Sunday, October 25, 2020

Ibrah Tahun Baru Islam Sebagai Refleksi Mengokohkan Toleransi dan Tegaknya NKRI

 

Oleh: Mukhtar (Wakil Ketua IKA PMII Kutai Timur Bidang Riset dan Teknologi)


 

Membaca makna Tahun Baru Islam

Selasa tanggal 11 September 2018 bertepatan dengan 1 Muharram 1440 H, yang mana Tahun Baru Islam atau juga dikenal dengan tahun baru hijriyah  merupakan hari yang sangat monumental bagi umat Muslim khususnya hingga diperingati dengan berbagai macam cara di setiap kehadirannya. Dalam islam, hari tersebut merupakan tonggak sejarah yang sangat penting, karena pada hari itu Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah untuk menyebarkan ajaran Islam dan membangun tatanan kehidupan yang baru.

 

Disebut tatanan kehidupan yang baru karena sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, kondisinya sangat heterogen dan jauh dari kedamaian. Hal ini bisa dilihat dari,  pertama, kondisi sosial budaya di Madinah terdiri dari 3 komunitas besar, Yakni Yahudi, Arab Pagan, dan Penganut Kristen. Pada sisi lain, Madinah sebelum kedatangan Nabi SAW sering terjadi peperangan antar kabilah yang berkepanjangan, misalnya saja perang Bu’ats antara suku Aus dan Khazraj (Syafiyyurrahman Almubarakfuri: 127). Kedua, kondisi politik di Madinah tidak mencerminkan toleransi antar sesama, penduduk kota Madinah kehidupannya tidak teratur yang diakibatkan oleh multi golongan yang belum bisa mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam pemerintahan, hal ini bisa dilihat dari gesekan dan peperangan yang terjadi berkepanjangan karena memperebutkan kekuasaan, (Suyuti Pulungan: 40, 2014). Ketiga, kesenjangan ekonomi antar golongan yang semakin tinggi, mengingat Yahudi cukup pintar mencari sumber penghidupan dan mata pencaharian serta mampu memainkan perannya dalam mengendalikan ekonomi dengan cara riba (Syafiyyurrahman Almubarakfuri: Kathur Suhadi: 1997, 127).

Begitu Nabi Muhammad SAW Hijrah ke Madinah dan menebarkan ajaran Allah SWT, kehidupan di Madinah berubah drastis. Hal ini ditandai dengan munculnya Piagam Madinah yang sangat fenomenal. Dengan disahkannya Piagam Madinah oleh berbagai kelompok dan agama melahirkan sebuah tatanan kehidupan yang makmur dan penuh toleransi serta persamaan derajat. Kesepakatan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan mereka ini bertujuan agar terjaminnya sebuah keamanan dan kedamaian, juga untuk melahirkan sebuah suasana harmonis dan kondusif, saling membantu dan toleransi di antara golongan tersebut, hingga terciptalah Negara yang jauh dari permusuhan antar golongan (Ahmad al-Usairy: 105). Menurut Muhammad Al-Ghazali, persaudaraan ini dimaksudkan agar fanatisme jahiliyah menjadi cair, tidak ada yang dibela kecuali islam, selain itu disparitas dan primordialisme antar keturunan/suku, warna kulit, dan daerah menjadi hilang, tidak ada yang merasa lebih unggul dan lebih rendah kecuali karena ketakwaannya (Syafiyyurrahman Almubarakfuri: Kathur Suhadi: 1997, 127).

Semangat Tahun Baru Islam Sebagai Penguh Toleransi dan Kesatuan NKRI

Dengan diperingatinya Tahun Baru Hijriyah, 1 Muharram 1440, hendaknya ini menjadi kilas balik bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menyerap makna dan pelajaran-pelajaran yang terkandung di dalamnya, salah satunya adalah tentang toleransi dan persamaan derajat. Terlebih lagi kondisi masyarakat Indonesia hari ini yang dari hari ke hari disuguhi informasi-informasi yang penuh muatan adu domba, fanatisme golongan, isu-isu primordial, bahkan caci maki dan hujatan antar sesama anak bangsa.

Cukup terekam jelas dalam jejak digital, akhir akhir ini informasi-informasi yang berseliweran di media sosial disertai dengan caci maki, argumentasi agama, saling menyalahkan, bahkan menjamurnya hoax tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang berkepntingan, melainkan juga oleh masyarakat secara umum, seolah-olah hal tersebut menjadi komoditas yang menguntungkan. Misalnya saja dikutip dari liputan6.com, hasil penelitian di Amerika, orang berpendidikan paling banyak sebar hoax. Lebih dari itu, laporan pengaduan konten negatif yang ditujukan pada Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2017 meningkat secara signifikan hingga mencapai 32 ribu dalam kurun waktu 7 bulan. Dikutip dari cnnindonesia.com, konten berbau SARA dan ujaran kebencian mencapai 5.142 pada Januari 2017. Sementara itu, Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) merilis survei tentang informasi palsu (hoax) yang tengah marak di Tanah Air, sumber utama peredaran hoax adalah media sosial (liputan6.com).

Tidak berlebihan jika ujaran kebencian, saling ejek dan menguatnya isu primordial serta menjamurnya hoax, lambat laun akan menjadi ancaman tersendiri bagi keutuhan NKRI dan berkecamuknya konflik horisontal. Lihat saja Mesir kala itu, Presiden Mesir Hosni Mubarok dapat digulingkan pada tahun 2011 akibat revolusi yang digerakkan melalui media sosial.  Bukankah dalam islam telah diajarkan tentang pentingnya persatuan dan persaudaraan?, Allah SWT berfirman dalam surah Ali Imran: 103, yang artinya “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang  yang bersaudara”. Al Qurthubi dalam Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an berkata tentang tafsir ayat ini,“Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan. Karena sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasaan dan al jama’ah (persatuan) merupakan keselamatan”.

Tentu hal ini harus disikapi dengan bijak oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan peran dan kaspasitasnya masing-masing. Misalnya saja pemerintah menyikapi dengan kebijakan-kebijakan yang mengutamakan keadilan dan demi tegaknya NKRI, masyarakat harus mulai cerdas dan merenungi betul bagaimana pentingnya persataun yang diajarkan oleh Nabi SAW serta di momen bulan Muharram ini tentunya menjadi waktu yang sangat penting untuk memetik ibrah dari sebuah perjuangan untuk membangun peradaban, seperti halnya juga yang telah dilakukan oleh para pahlawn Nasional dulu. Tak ketinggalan pula tentu peran tokoh agama dan tokoh masyarakat sangat diperlukan dalam hal ini. Kharisma dan ketokohannya tentu sangat didengar masyarakat, untuk itu peran serta tokoh agama dan masyarkat dibutuhkan untuk bersama-sama mengajarkan pentingnya persatuan dan menghindari perpecahan akibat isu SARA, isu primordial, hoax dan sebagainya. Hal ini bisa dilakaukan misalnya melalui mimbar jumat bagi umt islam, mimbar kebaktian bagi nasrani dan sebagainya secara kontinu. Dengan peran serta seluruh elemen masyarakat, para tokoh agama, pemerintah dan tokoh masyarakat secara kontinu untuk bersama-sama mengedepankan kepentingan Bangsa dan tegaknya NKRI, tidak menutup kemungkinan penyebaran hoax, ujaran kebencian, dan isu-isu primordial lambat laun akan berkurang dan tentunya kita bisa memetik buah manis dari semua itu yakni kedamaian dan kokohnya NKRI.

Tulisan ini telah terbit di Kaltim Post dengan judul "Ibrah Tahun Baru Islam"

1 comment:

  1. Amin semoga terwijud.....thanks inspirasinya mas bro....sukses selalu

    ReplyDelete

Nama:
Eamil: