KPK VS POLRI Jangan Terulang Lagi - PERANTAU

Breaking

 


Friday, January 23, 2015

KPK VS POLRI Jangan Terulang Lagi


Sumber:suaralsmonline.com
Akhir-akhir ini “drama politik” dalam negeri kian menjadi-jadi. Pasalnya dua institusi penegak hukum Negara yang sangat dihormati yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polisi Republik Indonesia (POLRI) saling serang dan menyudutkan atas nama penegakan hukum demi menyelamatkan NKRI. Baru-baru saja kita diingatkan kembali pada kejadian yang sama pada beberapa tahun sebelumnya yang cukup menyita perhatian publik yakni Cicak vs Buaya (KPK vs POLRI), dan kini  terjadi kembali Cicak vs Buaya jilid II.

Cicak vs Buaya jilid II muncul berawal dari kejadian penangkapan Bambang Widjojanto, salah satu wakil ketua KPK pada Jumat, 23 Januari dengan alsan telah melakukan tindak pidana mobilisasi saksi palsu pada tahun 2010 silam. 

Melihat kejadian yang sungguh mengagetkan seluruh penjuru negeri ini, penulis, bahkan mungkin sebagian masayarakat melihat bahwa kasus tersebut adalah bukan sebuah hal yang kebetulan, melainkan ada system “jual beli” atau balas dendam yang ingin ditunjukkan oleh dua institusi ini. Ini bisa kita lihat dari rentetan kejadian yang memanas antara KPK dengan POLRI beberapa waktu lalu setelah KPK menetapkan calon tunggal POLRI Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa, 13 Januari lalu. Kemudian hal ini berimbas pada rentetan kejadian yang menyerang KPK, mulai dari 30 intel dan anggota polisi yang mendatangi KPK, munculnya foto mesra Abraham Samad dengan Putri Indonesia 2014, penundaan pemilihan pimpinan KPK oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), gugatan praperadilan oleh POLRI terkait penetapan Budi Gunawan, tuduhan Dendam Abraham Samad kepada Budi Gunawan, dan berakhir pada penangkapan Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Mabes POLRI (sumber: Media Nasional).

Bukan sebuah hal yang salah ketika masyarakat beranggapan kasus KPK vs POLRI kali ini adalah motif balas dendam, mengingat rentetan-rentetan kejadian yang muncul itu bisa disimpulkan sebuah kejadian sebab akibat/kausalitas. Memang dalam beberapa media bahkan presiden RI Joko Widodo sendiri mengatakan masayarakat tidak boleh terpengaruh oleh kasus tersebut, namun hal yang sebaliknya dipertontonkan oleh POLRI sendiri akan memancing emosi masyarakat. Misalnya saja dalam prosedur penangkapan Bambang Widjojanto yang diborgol kedua tangannya layaknya seorang teroris atau penjahat kelas kakap.

Yang penulis soroti di sini bukan pada siapa yang benar dan siapa yang salah, melainkan lebih kepada marwah dua institusi penegak hukum negeri ini. Kejadian tersebut diatas jelas akan berdampak pada harga diri Bangsa Indonesia itu sendiri, mengingat kasus yang mencuat seolah system balas dendam dua institusi penegak hukum yang sangat dihargai, bahkan sama-sama mempunyai tanggungjawab untuk menyelamatkan negeri. Apa jadinya ketika dua institusi ini terlihat saling serang dan balas dendam, bahkan sampai kejadian dua kali?, sungguh harga diri negeri ini akan menjadi guyonan oleh bangsa lain yang menyaksikannya. Bahkan masyarakat Indonesia sendiri bisa jadi tidak akan lagi menghargai dan menghormati dua institusi ini.

Yang penulis khawatirkan juga dampak ke depan bagi negeri ini adalah keutuhan NKRI menjadi taruhannya, ini sungguh beralasan pasalnya dua institusi yang berseteru sama-sama mempunyai “pendukung” dan kewenangan yang luas untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Hal ini akan menjadi  buruk ketika dua institusi tersebut saling melakukan “kriminalisasi” ketika disudutkan dengan membawa atas nama penegakan hukum. Dan hal yang lebih buruk apabila kepercayaan masayarakat dan dunia sudah hilang terhadap dua institusi tersebut, bukankah kehancuran dan kekacauan akan menjadi taruhan negeri ini?, lantas siapakah yang bertanggungjawab atas masalah ini?

Berbicara tanggungjawab memang tidaklah mudah, berbicara siapa yang salah dan benar juga tidaklah segampang membalikkan telapak tangan, namun yang harus kita yakini bersama bahwa ini adalah masalah bersama yang menjadi tanggungjawab bersama pula untuk menyelamatkan dan mempertahankan kesatuan NKRI. Peran semua pihak mulai dari masyarakat, media dan pemerintah harus bersama-sama bersinergi dan mempunyai persepsi yang sama bahwa keutuhan NKRI dan kesejahteraan negeri paling utama dan menjadi pilihan bersama.

Masyarakat harus pandai menilai pemberitaan yang ada, media pun harus betul-betul objektif dalam menyajikan berita, dan yang paling penting pihak-pihak yang bertanggungjawab harus melaksanakan tugas sesuai tanggungjawab dan prosedur yang berlaku. Dalam situasi saat ini terkait masalah tersebut di atas memang peran yang paling penting saat ini adalah Presiden Jokowidodo selaku Kepala Negara harus bertindak cepat dan tepat tanpa condong ke salah satu pihak. “Interfensi” memang tidak perlu dilakukan, namun keberadaan seorang kepala Negara sangat dibutuhkan untuk memediasi atau memberikan jalan tengah terkait pertikaian yang ada tanpa menghilangkan hak dan kewajiban institusi mapun individu sebagai warga Negara yang hak dan kewajibannya dilindungi oleh Negara.

No comments:

Post a Comment

Nama:
Eamil: