Genderang pesta
demokrasi mulai terlihat, di mana para partai politik maupun calon anggota
legislativ mulai gencar-gencarnya melakukan upaya demi tercapainya tujuan dan
impiannya. Tidak ketinggalan juga mulai dari rakyat biasa, pengusaha, bahkan
kaum akademisi ikut mengerahkan tenaganya untuk memenagkan calon yang
didukungnya. Tidak ayal jika segala kekuatan dan dengan cara apaun dilakukan
demi mencapai tujunnya, mulai dari yang bersih hingga cara-cara yang kotor.
Seperti kita
ketahui bersama isu-isu tentang black kampanye, money politik dan cara-cara kotor
lainnya sering terdengar baik secara langsung maupun melalui media massa, dan
anehnya pula, hal serupa sering terjadi dan seolah tidak bisa hilang di setiap
“pesta demokrasi” bangsa ini.
Bukan sebuah
hal baru ketika momen pesta demokrasi (pemilu/pemilukada) berlangsung, pasti
selalu terdengar cara-cara kotor mulai bekerja, namun hal ini hendaknya tidak
menjadikan surut bagi penyelenggara pemilu untuk mewujudkan pemilu yang
betul-betul demokratis dan bersih. Hal ini perlu terus dilakukan mengingat
pemilu bersih dan transparan menjadi idaman semua orang dan cita-cita
pembangunan hidup yang demokratis, salah satunya cara lain yang perlu dilakukan
adalah memperkenalkan politik sejak dini kepada generasi bangsa berikutnya.
Hal ini perlu dilakukan mengingat dari tahun ke tahun
politik kotor yang diakibatkan oleh moralitas dan mental yang lemah selalu ada,
dan menurut penulis, salah satu cara efektif untuk mencegah terjadinya politik
kotor adalah melalui pendidikan politik sejak dini. Cara ini diyakini akan
memberikan dampak positif sangat besar bagi generasi penerus bangsa.
Ini erat kaitannya pula dengan fungsi pendidikan bagi anak
usia dini yang tidak hanya sekedar untuk memberikan berbagai pengalaman belajar
seperti pendidikan pada orang dewasa, tetapi juga berfungsi mengoptimalkan
perkembangan kapabilitas kecerdasannya. Pendidikan di sini hendaknya diartikan
secara luas mencakup seluruh proses stimulasi psikososial yang tidak terbatas
pada proses pembelajaran yang dilakukan secara klasikal. Artinya pendidikan
dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja.
Kalau kita lihat laporan hasil analisis dari Tim Education
for All pada tahun 2001 menyadarkan kita bahwa masih banyak anak-anak yang
berusia dini (0-8 tahun) yang belum terlayani pendidikannya. Dari data tahun
2000 dari sekitar 26 juta anak usia 0-8 tahun lebih dari 80% belum mendapatkan
layanan pendidikan dini apapun.
Sementara kondisi yang ada pada negara-negara maju konsep
pembangunan sumber daya manusia telah mereka lakukan sejak masa usia dini,
seperti di Singapura dan Korea Selatan hampir seluruh anak usia dini telah
dilayani Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bahkan di
negara Malaysia yang dulunya belajar di Indonesia sekarang ini
pelayanan PAUD sudah mencakup 70%.
Dari data yang ada, pendidikan politik secara dini
diharapkan mampu memberikan pembelajaran generasi penerus bangsa yang mengikuti
pelatihan tata cara berparlemen dan bisa mengembangkan bakat, kemamupuan diri
secara benar dan tepat. Selain itu melalui pelatihan tersebut para anak yang
berusia antara 7-15 tahun tahu bagaimana caranya untuk menyatakan pendapat di
muka umum dan lain sebagainya.
Adapun, hal lain yang juga diperoleh anak-anak dengan
pendidikan politik sejak dini adalah mereka akan paham bagaimana tidak bersikap
curang. Seorang politikus sejati, harus mampu mengimplementasikan sikap-sikap
politiknya tanpa harus merugikan pihak lain meskipun tujuannya tetap harus
tercapai.
Hal terpenting yang harus diberikan kepada anak-anak terkait
pendidikan berpolitik itu sendiri adalah tentang
sikap mental dan moral. Misalnya dalam lingkungan, dia harus
bisa peduli pada lingkungannya. Dia harus bisa memberi pertolongan bagi yang
membutuhkan, berlaku adil, jujur dalam bertindak, arif dalam menerima pendapat
dan sebagainya. Pendidikan politik yang dikenalkan sejak dini dan selalu
dipupuk dengan baik melalui pembiasaan-pembiasaan dan tauladan, nantinya akan
sangat mungkin ketika anak tersebut besar tetap mempunyai sifat-sifat arif,
jujur, dan moral serta mental yang baik, yang akhirnya ketika mereka besar
kelak dan menjadi politikus maka akan mejadi politikus yang bermental kuat dan
bermoral baik, yang secara tidak langsung akan mengurangi cara-cara kotor dlam
demokrasi. **Mukhtar
Telah terbit di Kaltim Post
betul sekali itu mas
ReplyDelete