KESENJANGAN SOSIAL DALAM PERINGATAN HARI PAHLAWAN - PERANTAU

Breaking

 


Tuesday, November 9, 2010

KESENJANGAN SOSIAL DALAM PERINGATAN HARI PAHLAWAN

10 November merupakan momen yang bersejarah bagi Indonesia, karena mengingatkan kita pada semangat para pahlawan Nasional yang telah berjuang sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dengan semangat, kerja keras tanpa pamrih dari pahlawan kita, akhirnya Indonesia bisa merdeka dari penjajahan Belanda maupun Jepang dan bisa dirasakan kemerdekaanya sampai sekarang.
Sekarang tugas kita para generasi dituntut untuk mengisi kemerdekaan
dengan sebaik-baiknya. Dengan memperingati hari pahlawan pada sepuluh November, paling tidak akan mengingatkan kita kepada jasas-jasa para pahlawan bangsa yang telah rela mengorbankan nyawanya demi kemerdekaan Bangsa Indonesia. Dengan memperingati hari pahlawan, diharapkan para putra bangsa mampu untuk mengikuti jejak-jejak atau semangat para pahlawan bangsa.
Seperti halnya pemerintah kabupaten Kutai Timur yang dengan semangatnya melakukan upacara bendera untuk memperingati hari pahlawan di lapangan depan kantor bupati walaupun dengan guyuran air hujan yang sangat deras mengiringinya. Pemerintah kabupaten kutai timur melakukan upacara bendera dengan mengangkat tema “Dengan semangat pahlawan kita tingkatkan nilai kesetiakawanan sosial nasional”, yang diharapkan dengan tema tersebut akan membangkitkan semangat masyarakat maupun pemerintah untuk meningkatkan kesetaraan sosial, mampu menghilangkan kesenjangan-kesenjangan sosial yang terjadi, khususnya di Kutai Timur.
Namun aneh menurut saya ketika upacara bendera itu berlangsung beberapa saat. Tema yang diangkat ternyata hanyalah tulisan belaka, belum mampu sepenuhnya membangkitkan semangat khususnya bagi sebagian orang-orang yang melaksanakan upacara bendera ketika itu. Ini terbukti ketika upacara berlangsung, sebagian orang yang notabenenya Pegawai Negeri Sipil (PNS) malah berteduh di bawah atap papan nama identitas kantor bupati. Harusnya PNS mampu memberikan contoh yang baik bagi masyarakat, anak-anak sekolah, mahasiswa dan sebagainya dalam momen upacara tersebut, bukannya malah lari meninggalkan tempat upacara karena takut hujan. Sisi lain menurut saya yang masih terlihat adanya kesenjangan sosial ketika upacara berlangsung, yaitu para kepala-kepala pemerintahan melakukan upacara di bawah naungan atap panggung yang nyaman dengan duduk santai. Sebaliknya dengan masyarakat biasa, pelajar, mahasiswa dan LSM-LSM yang harus berdiri kehujanan dengan resiko sakit akan menghampirinya ketika mengikuti upacara.
Menurut saya ini sungguh-sungguh berbanding terbalik dengan tema yang diangkat. Apalagi ketika inspektur upacara memberikan sambutan. Dalam pidatonya beliau mengajak masyarakat Kutai Timur untuk sama-sama meningkatkan kesetiakawanan sosial, khususnya masyarakat Kutai Timur. Padahal dengan keberadaannya serta petinggi-petinggi pemerintahan lainnya memperlihatkan kesenjangan sosial yang sangat jelas. Di mana masyarakat biasa harus melakukan upacara bendera dengan berdiri di lapangan, sementara para petinggi petinggi pemerintahan melakukan upacara dengan duduk manis di bawah panggung yang nyaman. Apakah pahlawan mengajarkan hal seperti ini?, apakah UUD memberikan peraturan seperti ini? Hendaknya mulai dari sinilah kalau kita ingin mengikuti atau mengambil nilai-nilai perjuangan para pahalawan kita. Bukankah para pahlawan mengajarkan kita untuk saling bahu membahu, bersama-sama tanpa ada perbedaan dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaan.

No comments:

Post a Comment

Nama:
Eamil: