Malam itu di sebuah ruang kelas yang tidak bagus lagi
namun masih sangat layak untuk menjadi ruang belajar, ada sebuah diskusi dengan
tema yang sederhana (baca:biasa didengar) tapi menggelitik perasaanku dan
mungkin juga bagi sebagian besar para mahasiswa yang mengaku kader atau anggota
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Diskusi itu bermula dari pemaparan seorang mentor,
atau sebut saja pemateri tentang ideologi PMII, namanya Asmunandar, dia
merupakan Ketua 1 Bidang Kaderisasi Pengurus Besar PMII. “Sahabat-sahabat
sekalian, apakah anda tahu apa itu ideologi?, tanya Nandar panggilan akrabnya,
mengawali diskusi tersebut sambil menunjuk layar monitor yang menampilkan materi
diskusi. Dan apakah ideologi PMII itu?”, tambahnya. Mendengar pertanyaan tersebut,
para peserta pelatihan kelihatan bingung dan bengong. “Pancasila”, sahut
seorang peserta dari ujung ruang kelas. “Ideologi PMII adalah aswaja”, jawab
seorang lagi dari arah yang berlawanan
dengan nada lantang. Ada jawaban yang lain?”, kata Munandar menimpali.
“Baik sahabat-sahabat sekalian, jangankan berbicara
harapan ke depan tentang PMII, berbicara ideologinya saja sahabat-sahabat
belum tuntas, jawaban antara satu dengan
yang lainnya masih berbeda-beda, ada yang menjawab Pancasila, Aswaja, NDP dll,
padahal itu sangat mendasar, bagaimana dengan praktiknya nanti di masyarakat?,
ujarnya sambil mengayunkan kakinya melewati lorong celah-celah kursi duduk
peserta. “Sahabat-sahabat sekalian, kita semua sebagai warga Pergerakan harus
merefleksi kembali tentang tujuan kita ber-PMII, maka kita juga akan tahu apa
ideologinya, jangan sampai kita ber-PMII
tapi tidak tahu dengan tujuan sebenarnya. Apa tujuan PMII?, coba sahabat
jelaskan!”, tambahnya.
“Belum lagi hilang kebingungan dengan pertanyaan tadi,
ditambah lagi dengan pertanyaan sederhana namun sangat mendasar, apa mereka ga
tambah bingung”, batinku sembari melihat peserta yang saling menoleh/memandang
satu sama lain, mungkin menandakan kebingungannya. “Tujuan PMII adalah
terciptanya pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah, berbudi luhur, berilmu
cakap, bertanggungjawab mengamalkan ilmunya dan komitmen dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia”, jawab seorang peserta yang persis berada di depanku
dengan sedikit gagap, mungkin karena tidak yakin dengan jawabannya.
“Ya!!!, kurang lebih begitu tujuan PMII yang tertuang
dalam AD/ART, namun apakah kita semua warga Pergerakan sudah merenungi tujuan
mulia tersebut hingga langkah dan tindakan kita sesuai dengan tujuan PMII?, jawabannya
belum, ujuar Munandar. “Kita semua terlena dibalik dinamika organisasi yang
mewarnai perjalanan PMII, padahal dalam tujuan PMII jelas untuk menjadi pribadi
yang bertakwa kepada Allah swt, namun kita lihat faktanya, masih banyak kader-kader
yang jarang sholat, bahkan tidak pernah sholat, kita juga tahu dalam tujuan
PMII menjadi pribadi yang berilmu cakap, namun kita lihat faktanya, masih
banyak kader-kader PMII yang nilai akademiknya di bawah standar, kuliah
ogah-ogahan, dan banyak hal lain yang sangat bertentangan dengan tujuan
organisasi. Itulah realita yang harus kita renungi bersama, dan satu-satunya
jalan untuk memperbaiki ini semua, PMII harus kembali sholat”, tambahnya sambil
menyika air mata.
“Betul juga ya mas, saya baru nyadar bahwa aktifitas
para kader dan anggota PMII baik secara individu maupun kolektif ternyata masih
jauh dari tujuan mulia PMII, dengan sholat pula menjadi kunci pembuka segala
aktifitas lainnya, karena ada dalil yang mengatakan amal yang pertama kali
dihisab adalah sholat, apabila sholatnya baik maka amalnya baik pula dan
sebaliknya, gitu kan mas?’, tanya seorang peserta yang duduk di sebelah kananku.
namanya Zahrah. “Iya betul Sahabati, dan itulah realita yang harus kita rubah
mulai dari diri sendiri”, jawabku singkat.
Coba saja semua anggota maupun kader sadar dan
merefleksi tujuan PMII, mungkin apa yang dicita-citakan bangsa Indonesia dan
para kader secara individu maupun organisasi akan tercapai, kebesaran PMII
tidak hanya berada di bibir, namun tertuang dalam karya nyata yang mulia.
Revitalisasi Gerakan oleh Pengurus Besar perlu didorong agar tercapai dan
merubah pola, tingkah laku kader menjadi lebih baik lagi menuju tujuan organisasi
sebenarnya. “Mas…mas…mas..,ko ngelamun?”, terdengar suara lirih membangunkanku
dari lamunan. “PMII harus kembali sholat, itu merupakan pesan sederhana namun
sangat dalam maknanya ya Mas”, ujar Zahrah mengiyakan pernyataan Munandar.
“Oke sahabat-sahabat sekalian, mulai ke depan PMII
harus berani mengambil resiko demi merubah citra dan karakter kadernya,
seandainya ada anggota maupun kader PMII yang tidak sholat, nilai akademiknya
rendah, maka pengurus wajib memberikan teguran, bahkan kalau perlu memberikan
batas waktu maksimal enam bulan untuk memperbaiki diri, seandainya tidak
berubah, maka anggota atau kader tersebut baiknya dikeluarkan saja dari PMII.
Mending kita kehilangan satu atau dua kader untuk kebaikan bersama daripada
memelihara kader yang akan merusak organisasi”, ujar Munandar di penghujung
diskusi.
https://mimbarhatii.blogspot.com/2020/05/10-cara-meningkatkan-daya-ingat-siswa.html
ReplyDeletehttps://mimbarhatii.blogspot.com/2020/05/cara-memilih-jurusan-kuliah.html
https://mimbarhatii.blogspot.com/2020/05/10-kebiasaan-siswa-yang-efektif.html
https://mimbarhatii.blogspot.com/2020/05/12-penggunaan-huruf-kapital-yang-benar.html
https://mimbarhatii.blogspot.com/2020/04/zona-nyaman-dan-blogger.html
https://mimbarhatii.blogspot.com/2020/03/empat-penderitaan-anak-broken-home_30.html